Senin, 27 Juni 2016

KETIKA HARTAMU HILANG DIAMBIL ORANG

 Aku merasa seperti ada yang hilang dari diriku ketika aku kehilangan i Phone ini.  Perasaan itu masih tersisa sampai hari ini saat aku menuliskannya pada diary. Aku masih ingat betul hari itu Kamis 24 Desember 2015. Pagi itu aku jadwalkan kumpul dengan grup kecil 10 di Masjid Jami’i Bintaro untuk berangkat menuju Kebun Binatang Ragunan. Ini adalah bagian yang aku rencanakan dalam membuat senang anak-anak dhuafa dan yatim dari Desa Parigi yang letaknya berdekatan dengan Masjid Bani Umar, dimana aku sering jum’atan. Menjengkelkan sekali karena pagi inipun aku mempunyai masalah dengan bab-ku. Telah berjalan hampir satu bulan aku harus bab berkali-kali sebelum tuntas. Apabila tidak ada jadwal pergi pada pagi hari (menjalani) kebiasaan ini tidak lah menggangu karena aku bisa lakukan dengan leluasa. Tapi pagi itu aku sudah berjanji akan ketemu mereka jam 07:00 pagi. Walaupun aku usahakan agar bisa tuntas jam 07:00 tetapi tidak berhasil. Aku masih saja bolak balik ke wc menuntaskan bab yang menggantung sehingga akhirnya aku putuskan untu pergi saja ke Masjid meeting point. Lebih runyam lagi masalahnya, komunikasi dengan anak maupun ustadz nya tidak bisa dilakukan karena mereka tidak buka hp nya. Aku tahu pasti mereka bertanya-tanya tentang kedatanganku. Tiba di Masjid, mereka memang sudah menunggu. Segera aku jelaskan alasanku terlambat. Mereka bisa terima, anak-anak 12 tahunan ini memang masih polos dan lugu.  Masih terpancar wajah-wajah ceria menemui kedatanganku karena sebentar lagi mereka akan menikmati wisata kebun binatang. Aku meminta pamit dulu untuk berhajat bab karena perutku mulas lagi. Aku gunakan toilet di masjid itu. Celana kugantungkan dikapstok dan tas kecil hijau berisi iPhone aku gantungkan dipaku yang ada didinding. Ini aku lakukan berdasarkan pengalamanku tas hijau kecil itu selalu melorot jatuh dari ikat pinggang. “Smart ideaku” ternyata kemudian tidak diimbangi dengan daya ingatku. Perasaan bersalah terhadap anak-anak ini karena membiarkan mereka menuggu satu jam membikin aku tidak cermat lagi dengan barang milikku yang tergantung didinding. Akupun bergegas keluar dari kamar mandi untuk menjumpai mereka dan mengatur keberangkatan ke Kebun Binatang seperti siapa yang ikut dengan mobilku dan siapa yang ikut mobil sewaan. Demikianlah kami berangkat menggunakan dua mobil, mobilku Avanza dinaiki oleh santri laki-laki dan mobil sewaan Xenia dinaiiki santri perempuan.
Dalam perjalana menuju ke Kebun Binatang diisi dengan obrolan yang meriah menunjukkan suka citanya mereka dengan tamasya ini. Setiba di kebun binatang Ragunan aku meraih tas kecil hijauku yang berisi iPhone tapi tanganku tidak mendapati apa-apa di sabuk celanaku tempat ia biasanya tergantung. iPhone ku ketinggalan di kamar mandi masjid! Kepala agak terasa melayang apabila kuingat iPhone itu pasti hilang. Perjalananku ke Ragunan ini saja memakan waktu 2 jam. Siapa yang menjamin iPhone itu akan berada disana terus sementara banyak orang menggunakannya untuk mandi. Paling tidak 3-4 orang telah menggunakan kamar kecil itu. Apabila orangnya amanah pasti ia akan melaporkan itu ke security masjid, tapi pada zaman edan seperti sekarang sulit di harapkan itu akan terjadi. Namun demikian aku tetap memutuskan untuk ke kembali ke masjid Jami’i Bintaro itu hanya untuk memuaskan keinginan tahuku tentang apa yang sesungguhnya terjadi. “Ustadz, hp saya ketinggalan di kamar mandi masjid. Saya harus kembali melihat apa yang terjadi.” “Baiklah Abi Dodie, kami tunggu disini sementara itu saya dan anak-nak akan masuk ke Kebun Binatang.
Walaupun tidak yakin akan menemukan kembali hp itu tapi perasaan penasaran dan harapan lebih mendominasi keputusanku saat itu.
Kembalinya aku ke masjid membutuhkan waktu lebih singkat karena aku gunakan jalan tol ke arah exit Pondok Ranji. Dalam perjalan pikiranku bercampur aduk memikirkan sebab terjadinya kehilangan itu. Banyak aku dengar “tentang orang yang kurang sodakohnya menyebabkan kehilangan sebagian hartanya sebagai pengganti sodakoh itu”. Ada juga aku dengar “tentang apa yang aku tuai adalah hasil dari apa yang aku tanam”. Semuanya pada akhirnya akan berpulang pada amalan diriku sendiri.
Sesampainya di lokasi kejadian aku langsung menuju kamar mandi dan mendapati tidak ada iPhone yang semula tergantung di dinding itu. Bermacam perasaan berkecamuk dalam diriku menyalahkan tindakanku yang tidak cermat terhadap barang yang demikian berharga. Harganya 9 juta rupiah saat aku beli setahun yang lalu untuk memenuhi permintaan anakku agar aku bisa face time melalui iPhone itu. Dan sejauh ini iPhone itu sudah melaksanakan kewajibannya. Komunikasi dengan Los Angeles menjadi mudah dan menarik karena face to face. Aku merasa betul-betul kehilangan akan kemudahan yang dipunyai smart phone itu. Aku mengobrol dengan seorang security yang bertugas dan mengatakan “setiap kehilangan yang dilaporkan pasti akan disimpan oleh petugas karena “kami tidak berani mencurangi laporan itu karena kami takut masuk neraka.”. Akan tetapi kemudian dia bilang, “kecil kemungkinan hp itu akan kembali karena dari pagi tidak ada laporan kehilangan barang, lagi pula masjid ini mempunyai 3 pintu yang kamar mandinya digunakan oleh penduduk sekitar.” “Innalillahi wa inna ilaihi rojiun”, ini memang benar-benar musibah. Betapa tidak aku merasa ditelanjangi oleh orang pengambil barang ini dan mengetahui semua tentang diriku, sementara aku tidak tahu siapa dia. Sesungguhnya aku tidak akan merasa kehilangan seandainya pass word dan aplikasi lost gadget tidak aku uninstalled. Setidak-tidaknya dia tidak bisa gunakan hp itu dan aku tidak merasa dilihat secara transparant.
Aku mencoba menghubungi penemu gadget ku. Kuberikan beberapa opsi agar supaya dia yakin bahwa mengembalikan gadget yang ditemukannya di kamar mandi umum itu adalah jalan yang terbaik yang agama Islam ajarkan. Aku memang  ber asumsi dia orang muslim karena keberadaannya di tempat itu. Aku gagal meyakinkan. Dan nampaknya aku harus terima kenyataan bahwa aku kehilangan iPhone 5S ku. Mengingat dokumen yang aku punya didalam hp itu, sulit sekali aku bersikap ikhlas seperti yang diajarkan agamaku. Hampir satu tahun setelah kejadian itu masih ada sisa penyesalan dan keihklasan masih jauh dari sirna dalam hatiku sejak kutulis kejadian itu. Apakah aku cinta duniawi? Tak jelas. Yang jelas aku tidak mampu membelinya lagi untuk pengganti. Pelajaran apa yang bisa diambil? Berhati-hatilah terhadap barang bawaanmu kemana pun kau pergi. Jangan pernah tinggalkan tempat tanpa periksa dua kali. Semoga aku dapat rizki untuk mengganti.

Setelah ke-ikhlasan itu datang, mungkin ini adalah cobaan atas ketakwa-anku kepada-NYA.


PETUNJUK ALLAH SWT;
QS Al isra 17: 7

jika kamu berbuat baik kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri.
DO'A:
Bismillah Yaa Hadii adh Dhalal wa Roodda adh Dhaalah Urdud ‘alayya Dhalatiy bi ‘Izzatika wa Sulthanika Fa Innaha min Athaaika wa Fadhlika 
(Dengan nama Allah, Wahai Yang Menunjuki yang tersesat dan Yang Mengembalikan yang hilang (maka) kembalikanlah kepadaku (sesuatu) yang hilang (dari) ku dengan keagungan-Mu dan kekuasaan-Mu. Sesungguhnya ia (sesuatu) itu adalah pemberian-Mu dan karunia-Mu).”
Empat Santri Peserta Kunjungan Kebon Binatang Ragunan











Sabtu, 26 Februari 2011

HIDUP DENGAN KEMULIAAN

Dalam percakapan dengan seseorang, dia mengatakan kepada saya bahwa dirinya sekarang ada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan sekali setelah memasuki masa pensiun. “Dulu apapun yang aku mau aku punya. Dan apabila tidak kupunya aku tinggal pergi ke mal ataupun toko, tinggal beli. Teken kartu kredit dan habis perkara. Bahkan aku kadang-kadang sempatkan ke Singapore dalam akhir pekan-ku hanya untuk memenuhi keinginanku akan sesuatu barang misalnya. Sekarang hal itu cuma tinggal kenangan. Gaji pensiunku hanya untuk setengah bulan dengan gaya hidup yang telah jauh kuturunkan level-nya.” Kemudian apa yang kau lakukan untuk menanggulangi masalah itu?”, balik saya bertanya kepadanya. “Aku coba mendekatkan diri kepada Allah swt dan upaya ini jauh berhasil dari pada upaya-upaya mendapatkan nafkah tambahan. Kemuliaan yang aku dapatkan dulu dari orang-orang sekelilingku dengan segala bentuk perhatian dan pertolongan tidak lagi aku dapatkan dan hasilnya boleh dibilang nihil. Kadang-kadang aku merasa frustasi dengan kehidupan ini. Banyak pengaruhnya pada ritme keimananku kepada-Nya, walaupun banyak ustadz mengatakan memang keimanan itu demikian adanya. Turun naik mengikuti emosi pelakunya. Dan dengan keadaan ekonomiku kini, aku juga tidak bisa lagi bersadaqah.Tapi hal semacam ini amat merisaukan pikiranku. Aku tidak mau jauh lagi dari Allah swt. Apa yang aku harus perbuat, kawan? Demikian dia meminta nasihatku. Saya bilang begini. “Tetaplah istiqomah dengan niatmu untuk selalu dekat dengan Allah, apapun yang kau lakukan untuk mencapai hal itu, pertahankanlah bahkan tingkatkan kalau bisa. Karena apa? Karena itu satu-satunya spiritual treasure, harta spiritual yang kau miliki yang amat berharga dan jauh dari jalan maksiat. Tinggalkanlah angan-angan untuk mendapatkan kembali sorga dunia yang pernah kau dapatkan dulu. Kemuliaan yang kau dapatkan dulu itu semu. Kemuliaan dari Allah swt pasti lebih membahagiakan. “Bukan begitu?”, saya bertanya kepadanya. Dia mengangguk tanda setuju. Masih tertunduk sejak dia memulai percakapannya dengan saya. “Asal kau bisa bertahan hidup dengan keadaan sekarang ini maka kedekatanmu dengan-Nya itu cukup bekal untuk mengantar kau dalam menuju pertemuan kau dengan sang Khaliq. Bagaimanapun kau akan kembali kepada-Nya, seperti yang kita yakini sebagai orang yang beriman. Tentu kau inginkan kembalimu keharibaan-Nya dalam keadaan khusnul khatimah. Bukan begitu? “Ya, sangat ingin. Cuma aku sekarang merasa sendiri, sepertinya tidak ada orang yang mau lagi menolongku. Karena itu aku datang kepadamu.” Waktu kau dipanggil nanti, bukankah kau akan menghampiri-Nya sendirian?” Hampir menyindir aku bertanya kepadanya. “Ya, ya aku paham itu. Tapi berilah aku pencerahan.”

Saya amat mengenal dia ketika dia sedang sukses 25 an tahun yang lalu. Dalam pandangan saya dia bukanlah sosok yang jauh-jauh benar dengan kehidupan agama. Mungkin niat atau tekadnya untuk “dekat dengan sang Khaliq” tidaklah se-intens seperti sekarang. Saya sering melihatnya dalam beberapa majlis taklim dan kegiatan islami dalam beberapa tahun setelah masa pensiunnya. “Mungkin bukanlah pencerahan seperti yang kau dapatkan dari para ustadz lainnya, tapi aku ingin bercerita kepadamu. Mudah-mudahan kau dapat mengambil manfaat dan bisa menjawab apa yang kau sedang cari.”, begitu saya memulai lagi percakapan dengan dia.

Saya memulai cerita saya dengan mengucapkan bismillahirrochmanirrochim. “Kawan, upaya manusia untuk mendapatkan kehidupan yang baik didunia sering digambarkan dengan upayanya untuk meraih apa yang lazim disebut sorga dunia. Kesenangan hidup yang mengarah kepada hedonisme sering menjadi patokan akan indahnya kehidupan ini. Adapun kemuliaan yang didapatnya sering mengikut pada kedudukannya dimasyarakat yang kemudian menempatkan dia merasa kedudukannya mulia karena terpandang dimasyarakat. Terhadap kehormatan ini sering seseorang menjadi lupa akan pentingnya mengelola kekuasaan yang diperolehnya itu berbarengan dengan kekayaan yang melimpah yang diturunkan Allah kepadanya. Berapa banyak contoh orang-orang yang berpengaruh dan menduduki suatu kekuasaan merasa bahwa kekuasaan itu harus dimilikinya terus. Karena asyik ma’syuk dengan kekuasaannya maka dia lupa bahwa apa yang dimulai pasti akan berakhir. Atas kemamuan sendiri atau orang lain. Keadaan ini juga sering membuat si pelaku lupa bersadaqoh, berinfaq, menyisihkan sebagian hartanya bagi orang miskin, dhuafa atau anak yatim. Ada dua ayat pada Surah Ali 'Imran yang mungkin bisa menjadi penyebab terhadap apa yang kau alami saat ini. "Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik baginya. (QS 3:180). Dan pada ayat QS 3:186 yang mengisyaratkan "Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu." Barangkali apa yang kau terima sekarang adalah ujian dari pada-Nya atas resultante dari kebijakan-kebijakanmu pada saat kau berkuasa dan mugkin menyakitkan orang lain dengan harta yang kau pernah miliki dan kurang kau sedekahkan. Kau ingat-ingatlah itu.”

"Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata "Tuhanku telah memuliakanku" (QS 89:15).

“Saat kau menerima kesenangan dan kemuliaan itu dahulu, tentu kau mengira itu adalah kemuliaan yang datang begitu saja tanpa ada tujuan dari pada-Nya. Selalu ada pesan dan hikmah dari setiap hidayah dan musibah yang Allah turunkan. Kau sudah diuji sejak itu dan hingga kinipun kau diuji karena mungkin kau belum lulus ujian. Lebih baik apabila ini memang ujian bagimu karena dengan begitu Allah swt masih menyayangimu. Barangkali kau diuji karena kau sedang berupaya mendekatkan dirimu kepada-Nya. Maka entah kebahagiaan apa pula yang akan kau dapatkan ketika kau merasa bahwa ujian itu telah berlalu. Kau jalani saja dengan istiqomah dan penuh taqwa kepada-Nya. Dan jangan sampai apa yang kau terima hari ini kau sikapi dengan sikap su’udzon kepada Allah. Karena Allah akan bersikap seperti bagaimana manusia menyikapi-Nya. Karena Allah swt Maha Tahu seperti firman-Nya: "Adapun bila Tuhan-Nya mengujinya lalu membatasi rezeki-nya dia berkata Tuhanku menghinakanku" (QS 89:16). Nasihat saya kepadanya berakhir disini. Dia pulang dengan buah pikiran untuk meng-introspeksi sikapnya dimasa yang lalu dan mencoba memperbaiki apa yang memang dirasa mungkin menjadi penyebab atas ujian yang dihadapinya sekarang. Begitu dia bilang.

Manusia diuji sejak dia akil balig, yaitu umur ketika dia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya. Sejak itu amal-amalnya di dunia ini adalah ujian. Ayat diatas menyatakan salahlah adanya orang yang mengatakan bahwa kekayaan itu adalah kemuliaan dan kemiskinan itu adalah suatu kehinaan. Keduanya adalah ujian.

Lebih berat ujian diberikan dalam bentuk kekayaan dari pada kemiskinan karena dengan kekayaan ada kecenderungan "lupa" kepada Allah. Apabila seseorang tidak lulus ujian ini, hal itu bisa mengantarkannya kepada kekufuran. Demikian juga berlaku dengan kekuasaan yang didalamnya mengikut nafsu untuk mendapat kekayaan. "Power tents to corrupt", ungkapan yang sering dinyatakan banyak orang. Allah berfirman: "dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan" (QS 89:20).

Sedangkan dengan ujian kemiskinan, masih memberinya ruang lebih untuk mengingat Allah. Melantunkan do’a untuk keluar dari kemiskinan yang dihadapinya adalah bagian dari mengingat Allah. Walaupun tidak sedikit orang yang amat nyaman dengan segala kemurahan Allah swt yang memotivasinya untuk selalu dekat dan lebih dekat dan bertakwa kepada-Nya. Yang terakhir ini adalah kondisi yang paling sesuai untuk dilakukan. Kuncinya adalah banyaklah bersyukur. Seperti yang firmankan Allah swt: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.” (QS 14:7).

Yang membedakan kemuliaan manusia dihadapan Allah swt adalah taqwanya, demikian bunyi sebuah hadits.

Yang benar datangnya dari Allah swt, yang salah datang dari penulis untuk itu aku mohon ampun kepada Allah swt dan mohon maaf kepada pembaca majlis ini. Wallahu’alam.

Sabtu, 29 Januari 2011

MENGANDALKAN DIRI PADA PERTOLONGAN ALLAH

MENGANDALKAN DIRI PADA PERTOLONGAN ALLAH

Seorang teman menunjukkan kepada saya pesan singkat (sms) yang menggugah minat (intriguing) sambil bertanya apa yang harus dilakukannya dengan bunyi sms seperti itu. Isinya begini, “Menurut Kalender China; bulan Januari ini (pen. 2011) adalah bulan yang paling special. Ada 5 Senin, 5 Sabtu dan 5 Minggu dalam satu bulan. Ini hanya akan terjadi setiap 823 tahun. Mereka menyebutnya “Kantong Uang”. Teruskan pesan ini ke 8 orang, menurut Feng Shui China uang akan jatuh ketangan anda.”

Selesai membaca itu saya kemudian teringat bahwa masih banyak sms ataupun pesan semacam itu melalui e-mail ataupun jejaring lainnya yang berisi pesan “intriguing” semacam itu yang sering mendorong penerima pesan untuk mengikuti sugesti dalam pesan itu. Bahkan ada pula yang isinya bernuansa islami. Bagi orang muslim maka walaupun nampak sepele tapi anjuran ini adalah semacam ujian bagi keimanannya. Kita harus berhati-hati menyikapinya., jangan sampai mendekati syirik dalam lahiriah. Artinya tanpa kehati-hatian dan kekurang pengetahuan terhadap pemahaman akan tauhid maka kita bisa terperangkap pada perbuatan mendzolimi diri sendiri.

Dalam al Qur’an banyak ayat yang menunjukkan penegasan Allah swt bahwa semua urusan dialam semesta ini akan kembali kepada kemurahan-Nya. Semua sudah diatur berdasarkan kadarnya masing-masing dalam takaran yang harmonis. Surah Al Mulk QS 67:3 menggambarkan hal itu. “Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tiak seimbang?” Demikianlah, tidak ada satu urusanpun yang luput dari pengaturan Allah swt. Maka apabila kita tergoda pada suatu harapan yang ditunjukkan hanya oleh akal manusia yang mencoba meng-harmonisasikan angka-angka, pastilah harapan itu akan sia-sia. Rezqi itu dipastikan hanya datang dari Allah swt. Surah Ar Ruum menyatakan “Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezqi, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali).” (QS 30:40)

Nuansa yang timbul dari harapan akan kebenaran isi sms itu sesungguhnya sekelumit bisa dikatakan juga sebagai seakan berjudi nasib, dengan timbulnya dugaan jangan-jangan memang apa yang disugestikan itu akan terjadi. Jelas sikap ini patut dihindari.

Andalan kita hanyalah Allah swt. Setiap sholat, diwajibkan kepada kita untuk membaca Surah Al-Fatihah; ayat 5 dari QS 1 itu menyatakan pengakuan kita bahwa “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah[1] dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan[2]”. Maka apabila kita mulai berpikir untuk menggunakan kekuatan lain berupa sugesti yang tidak masuk akal sejatinya kita telah mengingkari janji yang kita ucapkan sepanjang hidup kita.

Menurut firman Allah swt pada Surah Huud, rezqi segenap makhluk ciptaan-Nya Allah-lah yang memberi. “Dan tidak ada suatu binatang melata[3] pun dibumi melainkan Allah-lah yang memberi rezqinya.” (QS 11:6)

Oleh karena itu jalani hidup ini dengan usaha dan kerja keras dan berserah diri padanya akan hasil yang mungkin dicapai sehingga dari padanya semoga akan diperoleh rezqi atas idzinnya. Rezqi akan datang dari arah yang tidak disangka-sangka. Berapa kali dalam kehidupan ini kita merasa terperangah sebelum mampu bersyukur ketika rezqi yang kita tidak pernah perkirakan bahkan tidak pernah terpikirkan tiba-tiba saja ada dihadapan kita.

Menutup bahasan ini, ada suatu ayat dalam Al Qur’an yang paling tepat menggambarkan ketidak berdayaan manusia sekaligus meyakinkan kita bahwa rezqi itu patut dicari untuk meneruskan kelangsungan kehidupannya akan tetapi Allah swt telah menetapkan aturannya sehingga kehidupan itu harmonis adanya melalui ayat berikut ini. “Dan memberinya rezqi dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakkal kepada kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”. (QS 65:3).

Yang benar datangnya dari Allah swt, yang salah datang dari penulis untuk itu kami mohon ampun kepada Allah swt dan mohon maaf kepada pembaca majlis ini. Wallahu’alam.



[1] Na’budu diambil dari kata Ibaadat: kepatuhan dan ketundukan yang ditimbulkan oleh perasaan tentang kebesaran Allah, sebagai Tuhan yang disembah, karena berkeyakinan bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya.

[2] Nasta’in (minta pertolongan), diambil dari kata isti’aanah: mengharapkan bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup diselesaikan dengan tenaga sendiri.

[3] Yang dimaksud “binatang melata” disini ialah segenap makhluk Allah yang bernyawa.

Selasa, 28 Desember 2010

Menuju Masyarakat Islami (1)

STIQ Plus

(Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an

Dengan suatu Misi)

INDONESIA SAAT INI dikenal sebagai negara berpenduduk muslim terbesar didunia. Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa 89% dari penduduk Indonesia beragama Islam. Angka ini turun dari data yangtercatat kira-kira 10-15 tahun yang lalu ketika penduduknya sekitar 160 juta jiwa dinyatakan 90% beragama Islam. Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang pesat terjadi pasca dihentikannya program Keluarga Berencana dan kini tercatat Indonesia berpenduduk sekitar 240 juta jiwa. Walaupun pertumbuhan angka kependudukan yang menganut agama Islam dengan demikian tidaklah significant akan tetapi tetap saja angka 89% dapat dibilang mayoritas absolut.

Penduduk Indonesia yang beragama Islam mengikut kelahirannya, artinya kepala keluarga menetapkan anaknya beragama Islam sejak lahir. Dalam perjalanannya setelah dewasa bisa saja terjadi seseorang yang beragama Islam kemudian pindah dan menganut agama diluar agama Islam karenaterpengaruh, dipengaruhi atau "terpaksa" mengimani aliran lain, baik didalam agama Islam sendiri ataupun masuk kedalam agama lainnya, yang disebabkan oleh lemahnya keimanan akibat kurangnya pengetahuan tentang agama Islam yang diyakininya. Disinilah pentingnya syi’ar Islam dilakukan antara lain dalam upaya mencegah terjadinya perpindahan agama hanya karena pengetahuan yang kurang dari ummat muslim.

DEKADENSI MORAL yang terjadi dewasa ini dalam masyarakat luas yang nota bene mayoritas beragama Islam menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Tindak kriminal, perampokan dan semacamnya kemudian bermuara pada kilah kemiskinan, korupsi yang membudaya akibat keserakahan dan silaunya akan kemewahan duniawi, penggunaan narkoba yang bermuara pada kejenuhan dalam melawankesulitan hidup dan hidup dengan tekanan (stress) adalah sebahagian, - untuk tidak menyebutkan semuanya -, dari banyaknya penyebab hancurnya moralitas dalam kalangan ummat Islam. Karena kebetulan terjadi pada golongan mayoritas dalam negara ini maka amatlah tidak beruntung (unfortunate)keadaan itu kemudian telah menjadi gambaran umum yang buruk komunitas Islam. Semuanya itu bersumber dari kemiskinan takwa dan rapuhnya iman yang sesungguhnya justru keimanan harus dijadikan benteng terhadap tendensi perilaku moral yang rendah yang karena miskinnya iman kemudian keimanan itu sendiri telah gagal berperan. Dan apabila berbicara tentang takwa dan keimanan makatingkat pengetahuan dan keyakinan terhadap agama (baca:Islam) akan sangat berpengaruh pada bisa tidaknya Islam menjadi pegangan seseorang akan hidup yang lurus.

TANTANGAN utama umat Islam dewasa ini di Indonesia adalah KEMISKINAN dan KEBODOHAN. Hal itu bahkan ditekankan oleh beberapa pengamat sosial masyarakat. Syafii Maarif, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, menilai, sejak merdeka hingga saat ini tidak satupun pemerintahan Indonesia yang benar-benar menegakkan strategi pembangunan yang prorakyat kecil. Sikap prorakyat kecil masih sebatas retorika politik. Sudah 62 tahun Indonesia merdeka tapi angka kemiskinan masih tinggi." (Republika, 17-12-07). Dalam bagian lain beliau mengatakan "Kekerasan dalam rumah tangga, pelacuran, kriminal yang semakin marak, dan 1001 kasus lain, penyebab utamanya adalah kemiskinan.Tentu pasti ada sebab-sebab lain, tetapi tidak signifikan."(Republika,18-12-07).

Boleh jadi kedua faktor tersebut diatas banyak berperan atas terjadinya dekadensi moral dan perilaku amoral. Sebab dari Kebodohan bisa jadi karena miskin, sebaliknya sebab Kemiskinan bisa jadi karena bodoh. Kedua faktor itu layaknya saling mengomplemen satu atas yang lain.

Walaupun keadaan ini sejatinya adalah produk dari hasil kebijakan Pemerintah sejak Republik ini berdiri; yang belum juga mampu mengangkat derajat rakyat dengan pendidikan yang memadai dan mudah dijangkau. Anggaran pendidikan 20% yang ditetapkan Undang ­undang belum juga dapat dilaksanakan dengan paripurna. Kemudian siapa yang patut bertanggung jawab atas keadaan yang memperihatinkan sekaligus menyedihkan itu? Sebagai masyarakat muslim selayaknyalah kita patut ikut merasa bertanggung jawab. Mereka yang mengerti akan keadaan yang kurang menguntungkan itu dan mereka yang mempunyai kepedulian, seyogyanya memikirkan bagaimana dapat berpartisipasi dan berkontribusi dalam upaya 'menyelamatkan', atau paling tidak terjun membimbing dan membantu mencarikan jalan keluar dari keadaan itu dari akar penyebabnya, kemudian membina hampir 65% masyarakat muslim yang ’Islam seremonial’ menjadi masyarakat yang islami.


UPAYA MENDAPAT AMPUNAN ALLAH

Pengampunan Allah swt masih jauh lebih besar dari dosa yang dibuat manusia. Allah gofururrochim, Allah Maha Pengampun Maha Penyayang. “Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhan-mu”, demikian Allah swt memerintahkan mereka yang menanggung dosa dalam hidupnya. Namun manusia sambil menyadari diri bergelimang dosa sering melupakan dosa dan kesalahan yang diperbuatnya. Bisa saja karena dosanya itu secara duniawi “mengasyikan” sehingga terbuai dengan maksiat yang dilakukannya atau mungkin belum mendapat hidayah untuk kembali ke jalan yang lurus. Untuk memperbaikinya dan dan mendapat pengampunan Allah atas dosa-dosanya, sesungguhnya manusia hanya perlu berbuat amal sholeh. Se-“simple” itu. Akan tetapi sayangnya amal sholeh selalu disikapi dengan “take it for granted” sebagai hal yang lumrah saja atau bahkan banyak yang lebih memilih mengikuti arus kehidupan sahaja tanpa berupaya menanamkan keyakinan dan merencanakannya dengan sunguh-sungguh untuk berbuat amal sholeh dalam kehidupan sehari-hari. Seperti misalnya dengan memulai hari-harinya dengan bertanya kepada diri sendiri “amal sholeh apa yang bisa kuperbuat hari ini” seraya mulai mencari-cari peluang melakukannya.

Sungguh, kesempatan untuk berbuat amal sholeh terbuka lebar dalam kehidupan kita. Betapa sering kita mendengar orang bertausiyah: “bantulah orang yang membutuhkan pertolongan sebagai lahan amal sholehmu”. Amal sholeh dapat dijadikan lahan beribadah kepada Allah swt, mengikuti isyarat yang difirmankan Allah swt dalam QS 31:56 “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”.

Atas upaya manusia yang sungguh-sungguh, dalam QS 47:2 Allah swt menjanjikan menghapus kesalahan-kesalahan dan memperbaiki keadaan mereka yang beriman kepada Allah swt seraya mengimani dan mengikuti ajaran-ajaran Rasulullah saw dan kemudian melakukan kebajikan dan beramal sholeh dalam kehidupan mereka sehari-hari. Wallahu ‘alam.

Jumat, 24 Desember 2010

Korupsi

Belakangan ini media massa sarat dengan berita tentang korupsi sehingga hampir menenggelamkan berita tentang kriminilitas jalanan. Pemerhatinya pun datang dari kalangan elit politik dan ekonomi. Gencarnya pemberitaan terdakwa didepan pengadilan tidak menyurutkan niat orang untuk korupsi.

Banyak sekali dijumpai pada kebanyakan muslim yang mendahulukan urusan duniawi ketimbang akhirat. Yang sekarang sedang populer adalah ke-piawai-an PNS melakukan korupsi. Aksi korupsi ini menyengsarakan rakyat. Istri, anak dan keluarganya pun kena imbas atas aib yang dilakukan. Apakah mereka meminta izin dulu kepada istri, anak atau keluarganya? Tentu tidak. Diantara koruptor itu ada yang mengaku beragama Islam. Mereka dengan sadar melakukan korupsi demi kesenangan sementara didunia. Dalam QS 6:70 jelas-jelas kita diminta untuk meninggalkan orang-orang seperti ini. "Dan tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia."

Padahal Allah swt mengisyaratkan bahwa apabila manusia beramal ibadah dengan berpedoman pada keberhasilannya mempersiapkan diri untuk akhirat yang kedatangannya sudah pasti, maka urusan dunianya akan mengikut. Kehidupannya akan dipenuhi dengan keridhoan-Nya.Harta dunia yang didapat akan dilandasi ketakwaan dan keimanan kepada Allah swt. Wallahu alam.