Selasa, 28 Desember 2010

Menuju Masyarakat Islami (1)

STIQ Plus

(Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an

Dengan suatu Misi)

INDONESIA SAAT INI dikenal sebagai negara berpenduduk muslim terbesar didunia. Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa 89% dari penduduk Indonesia beragama Islam. Angka ini turun dari data yangtercatat kira-kira 10-15 tahun yang lalu ketika penduduknya sekitar 160 juta jiwa dinyatakan 90% beragama Islam. Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang pesat terjadi pasca dihentikannya program Keluarga Berencana dan kini tercatat Indonesia berpenduduk sekitar 240 juta jiwa. Walaupun pertumbuhan angka kependudukan yang menganut agama Islam dengan demikian tidaklah significant akan tetapi tetap saja angka 89% dapat dibilang mayoritas absolut.

Penduduk Indonesia yang beragama Islam mengikut kelahirannya, artinya kepala keluarga menetapkan anaknya beragama Islam sejak lahir. Dalam perjalanannya setelah dewasa bisa saja terjadi seseorang yang beragama Islam kemudian pindah dan menganut agama diluar agama Islam karenaterpengaruh, dipengaruhi atau "terpaksa" mengimani aliran lain, baik didalam agama Islam sendiri ataupun masuk kedalam agama lainnya, yang disebabkan oleh lemahnya keimanan akibat kurangnya pengetahuan tentang agama Islam yang diyakininya. Disinilah pentingnya syi’ar Islam dilakukan antara lain dalam upaya mencegah terjadinya perpindahan agama hanya karena pengetahuan yang kurang dari ummat muslim.

DEKADENSI MORAL yang terjadi dewasa ini dalam masyarakat luas yang nota bene mayoritas beragama Islam menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Tindak kriminal, perampokan dan semacamnya kemudian bermuara pada kilah kemiskinan, korupsi yang membudaya akibat keserakahan dan silaunya akan kemewahan duniawi, penggunaan narkoba yang bermuara pada kejenuhan dalam melawankesulitan hidup dan hidup dengan tekanan (stress) adalah sebahagian, - untuk tidak menyebutkan semuanya -, dari banyaknya penyebab hancurnya moralitas dalam kalangan ummat Islam. Karena kebetulan terjadi pada golongan mayoritas dalam negara ini maka amatlah tidak beruntung (unfortunate)keadaan itu kemudian telah menjadi gambaran umum yang buruk komunitas Islam. Semuanya itu bersumber dari kemiskinan takwa dan rapuhnya iman yang sesungguhnya justru keimanan harus dijadikan benteng terhadap tendensi perilaku moral yang rendah yang karena miskinnya iman kemudian keimanan itu sendiri telah gagal berperan. Dan apabila berbicara tentang takwa dan keimanan makatingkat pengetahuan dan keyakinan terhadap agama (baca:Islam) akan sangat berpengaruh pada bisa tidaknya Islam menjadi pegangan seseorang akan hidup yang lurus.

TANTANGAN utama umat Islam dewasa ini di Indonesia adalah KEMISKINAN dan KEBODOHAN. Hal itu bahkan ditekankan oleh beberapa pengamat sosial masyarakat. Syafii Maarif, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, menilai, sejak merdeka hingga saat ini tidak satupun pemerintahan Indonesia yang benar-benar menegakkan strategi pembangunan yang prorakyat kecil. Sikap prorakyat kecil masih sebatas retorika politik. Sudah 62 tahun Indonesia merdeka tapi angka kemiskinan masih tinggi." (Republika, 17-12-07). Dalam bagian lain beliau mengatakan "Kekerasan dalam rumah tangga, pelacuran, kriminal yang semakin marak, dan 1001 kasus lain, penyebab utamanya adalah kemiskinan.Tentu pasti ada sebab-sebab lain, tetapi tidak signifikan."(Republika,18-12-07).

Boleh jadi kedua faktor tersebut diatas banyak berperan atas terjadinya dekadensi moral dan perilaku amoral. Sebab dari Kebodohan bisa jadi karena miskin, sebaliknya sebab Kemiskinan bisa jadi karena bodoh. Kedua faktor itu layaknya saling mengomplemen satu atas yang lain.

Walaupun keadaan ini sejatinya adalah produk dari hasil kebijakan Pemerintah sejak Republik ini berdiri; yang belum juga mampu mengangkat derajat rakyat dengan pendidikan yang memadai dan mudah dijangkau. Anggaran pendidikan 20% yang ditetapkan Undang ­undang belum juga dapat dilaksanakan dengan paripurna. Kemudian siapa yang patut bertanggung jawab atas keadaan yang memperihatinkan sekaligus menyedihkan itu? Sebagai masyarakat muslim selayaknyalah kita patut ikut merasa bertanggung jawab. Mereka yang mengerti akan keadaan yang kurang menguntungkan itu dan mereka yang mempunyai kepedulian, seyogyanya memikirkan bagaimana dapat berpartisipasi dan berkontribusi dalam upaya 'menyelamatkan', atau paling tidak terjun membimbing dan membantu mencarikan jalan keluar dari keadaan itu dari akar penyebabnya, kemudian membina hampir 65% masyarakat muslim yang ’Islam seremonial’ menjadi masyarakat yang islami.


UPAYA MENDAPAT AMPUNAN ALLAH

Pengampunan Allah swt masih jauh lebih besar dari dosa yang dibuat manusia. Allah gofururrochim, Allah Maha Pengampun Maha Penyayang. “Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhan-mu”, demikian Allah swt memerintahkan mereka yang menanggung dosa dalam hidupnya. Namun manusia sambil menyadari diri bergelimang dosa sering melupakan dosa dan kesalahan yang diperbuatnya. Bisa saja karena dosanya itu secara duniawi “mengasyikan” sehingga terbuai dengan maksiat yang dilakukannya atau mungkin belum mendapat hidayah untuk kembali ke jalan yang lurus. Untuk memperbaikinya dan dan mendapat pengampunan Allah atas dosa-dosanya, sesungguhnya manusia hanya perlu berbuat amal sholeh. Se-“simple” itu. Akan tetapi sayangnya amal sholeh selalu disikapi dengan “take it for granted” sebagai hal yang lumrah saja atau bahkan banyak yang lebih memilih mengikuti arus kehidupan sahaja tanpa berupaya menanamkan keyakinan dan merencanakannya dengan sunguh-sungguh untuk berbuat amal sholeh dalam kehidupan sehari-hari. Seperti misalnya dengan memulai hari-harinya dengan bertanya kepada diri sendiri “amal sholeh apa yang bisa kuperbuat hari ini” seraya mulai mencari-cari peluang melakukannya.

Sungguh, kesempatan untuk berbuat amal sholeh terbuka lebar dalam kehidupan kita. Betapa sering kita mendengar orang bertausiyah: “bantulah orang yang membutuhkan pertolongan sebagai lahan amal sholehmu”. Amal sholeh dapat dijadikan lahan beribadah kepada Allah swt, mengikuti isyarat yang difirmankan Allah swt dalam QS 31:56 “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”.

Atas upaya manusia yang sungguh-sungguh, dalam QS 47:2 Allah swt menjanjikan menghapus kesalahan-kesalahan dan memperbaiki keadaan mereka yang beriman kepada Allah swt seraya mengimani dan mengikuti ajaran-ajaran Rasulullah saw dan kemudian melakukan kebajikan dan beramal sholeh dalam kehidupan mereka sehari-hari. Wallahu ‘alam.

Jumat, 24 Desember 2010

Korupsi

Belakangan ini media massa sarat dengan berita tentang korupsi sehingga hampir menenggelamkan berita tentang kriminilitas jalanan. Pemerhatinya pun datang dari kalangan elit politik dan ekonomi. Gencarnya pemberitaan terdakwa didepan pengadilan tidak menyurutkan niat orang untuk korupsi.

Banyak sekali dijumpai pada kebanyakan muslim yang mendahulukan urusan duniawi ketimbang akhirat. Yang sekarang sedang populer adalah ke-piawai-an PNS melakukan korupsi. Aksi korupsi ini menyengsarakan rakyat. Istri, anak dan keluarganya pun kena imbas atas aib yang dilakukan. Apakah mereka meminta izin dulu kepada istri, anak atau keluarganya? Tentu tidak. Diantara koruptor itu ada yang mengaku beragama Islam. Mereka dengan sadar melakukan korupsi demi kesenangan sementara didunia. Dalam QS 6:70 jelas-jelas kita diminta untuk meninggalkan orang-orang seperti ini. "Dan tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia."

Padahal Allah swt mengisyaratkan bahwa apabila manusia beramal ibadah dengan berpedoman pada keberhasilannya mempersiapkan diri untuk akhirat yang kedatangannya sudah pasti, maka urusan dunianya akan mengikut. Kehidupannya akan dipenuhi dengan keridhoan-Nya.Harta dunia yang didapat akan dilandasi ketakwaan dan keimanan kepada Allah swt. Wallahu alam.