Aku
merasa seperti ada yang hilang dari diriku ketika aku kehilangan i Phone
ini. Perasaan itu masih tersisa sampai
hari ini saat aku menuliskannya pada diary. Aku masih ingat betul hari itu Kamis
24 Desember 2015. Pagi itu aku jadwalkan kumpul dengan grup kecil 10 di Masjid
Jami’i Bintaro untuk berangkat menuju Kebun Binatang Ragunan. Ini adalah bagian
yang aku rencanakan dalam membuat senang anak-anak dhuafa dan yatim dari Desa
Parigi yang letaknya berdekatan dengan Masjid Bani Umar, dimana aku sering
jum’atan. Menjengkelkan sekali karena pagi inipun aku mempunyai masalah dengan
bab-ku. Telah berjalan hampir satu bulan aku harus bab berkali-kali sebelum
tuntas. Apabila tidak ada jadwal pergi pada pagi hari (menjalani) kebiasaan ini
tidak lah menggangu karena aku bisa lakukan dengan leluasa. Tapi pagi itu aku
sudah berjanji akan ketemu mereka jam 07:00 pagi. Walaupun aku usahakan agar
bisa tuntas jam 07:00 tetapi tidak berhasil. Aku masih saja bolak balik ke wc
menuntaskan bab yang menggantung sehingga akhirnya aku putuskan untu pergi saja
ke Masjid meeting point. Lebih runyam lagi masalahnya, komunikasi dengan anak
maupun ustadz nya tidak bisa dilakukan karena mereka tidak buka hp nya. Aku
tahu pasti mereka bertanya-tanya tentang kedatanganku. Tiba di Masjid, mereka
memang sudah menunggu. Segera aku jelaskan alasanku terlambat. Mereka bisa
terima, anak-anak 12 tahunan ini memang
masih polos dan lugu. Masih terpancar
wajah-wajah ceria menemui kedatanganku karena sebentar lagi mereka akan
menikmati wisata kebun binatang. Aku meminta pamit dulu untuk berhajat bab
karena perutku mulas lagi. Aku gunakan toilet di masjid itu. Celana
kugantungkan dikapstok dan tas kecil hijau berisi iPhone aku gantungkan dipaku
yang ada didinding. Ini aku lakukan berdasarkan pengalamanku tas hijau kecil itu selalu melorot jatuh dari ikat
pinggang. “Smart ideaku” ternyata kemudian tidak diimbangi dengan daya ingatku.
Perasaan bersalah terhadap anak-anak ini karena membiarkan mereka menuggu satu
jam membikin aku tidak cermat lagi dengan barang milikku yang tergantung
didinding. Akupun bergegas keluar dari kamar mandi untuk menjumpai mereka dan
mengatur keberangkatan ke Kebun Binatang seperti siapa yang ikut dengan mobilku
dan siapa yang ikut mobil sewaan. Demikianlah kami berangkat menggunakan dua
mobil, mobilku Avanza dinaiki oleh santri laki-laki dan mobil sewaan Xenia
dinaiiki santri perempuan.
Dalam perjalana menuju ke Kebun Binatang diisi dengan obrolan yang meriah
menunjukkan suka citanya mereka dengan tamasya ini. Setiba di kebun binatang
Ragunan aku meraih tas kecil hijauku yang berisi iPhone tapi tanganku tidak
mendapati apa-apa di sabuk celanaku tempat ia biasanya tergantung. iPhone ku
ketinggalan di kamar mandi masjid! Kepala agak terasa melayang apabila kuingat
iPhone itu pasti hilang. Perjalananku ke Ragunan ini saja memakan waktu 2 jam.
Siapa yang menjamin iPhone itu akan berada disana terus sementara banyak orang
menggunakannya untuk mandi. Paling tidak 3-4 orang telah menggunakan kamar
kecil itu. Apabila orangnya amanah pasti ia akan melaporkan itu ke security
masjid, tapi pada zaman edan seperti sekarang sulit di harapkan itu akan terjadi.
Namun demikian aku tetap memutuskan untuk ke kembali ke masjid Jami’i Bintaro
itu hanya untuk memuaskan keinginan tahuku tentang apa yang sesungguhnya
terjadi. “Ustadz, hp saya ketinggalan di kamar mandi masjid. Saya harus kembali
melihat apa yang terjadi.” “Baiklah Abi Dodie, kami tunggu disini sementara itu
saya dan anak-nak akan masuk ke Kebun Binatang.
Walaupun tidak yakin akan menemukan kembali hp itu tapi perasaan penasaran
dan harapan lebih mendominasi keputusanku saat itu.
Kembalinya aku ke masjid membutuhkan waktu lebih singkat karena aku gunakan
jalan tol ke arah exit Pondok Ranji. Dalam perjalan pikiranku bercampur aduk
memikirkan sebab terjadinya kehilangan itu. Banyak aku dengar “tentang orang
yang kurang sodakohnya menyebabkan kehilangan sebagian hartanya sebagai
pengganti sodakoh itu”. Ada juga aku dengar “tentang apa yang aku tuai adalah
hasil dari apa yang aku tanam”. Semuanya pada akhirnya akan berpulang pada
amalan diriku sendiri.
Sesampainya di lokasi kejadian aku langsung menuju kamar mandi dan
mendapati tidak ada iPhone yang semula tergantung di dinding itu. Bermacam
perasaan berkecamuk dalam diriku menyalahkan tindakanku yang tidak cermat
terhadap barang yang demikian berharga. Harganya 9 juta rupiah saat aku beli
setahun yang lalu untuk memenuhi permintaan anakku agar aku bisa face time
melalui iPhone itu. Dan sejauh ini iPhone itu sudah melaksanakan kewajibannya.
Komunikasi dengan Los Angeles menjadi mudah dan menarik karena face to face.
Aku merasa betul-betul kehilangan akan kemudahan yang dipunyai smart phone itu.
Aku mengobrol dengan seorang security yang bertugas dan mengatakan “setiap
kehilangan yang dilaporkan pasti akan disimpan oleh petugas karena “kami tidak
berani mencurangi laporan itu karena kami takut masuk neraka.”. Akan tetapi
kemudian dia bilang, “kecil kemungkinan hp itu akan kembali karena dari pagi
tidak ada laporan kehilangan barang, lagi pula masjid ini mempunyai 3 pintu
yang kamar mandinya digunakan oleh penduduk sekitar.” “Innalillahi wa inna
ilaihi rojiun”, ini memang benar-benar musibah. Betapa tidak aku merasa
ditelanjangi oleh orang pengambil barang ini dan mengetahui semua tentang
diriku, sementara aku tidak tahu siapa dia. Sesungguhnya aku tidak akan merasa
kehilangan seandainya pass word dan aplikasi lost gadget tidak aku uninstalled.
Setidak-tidaknya dia tidak bisa gunakan hp itu dan aku tidak merasa dilihat
secara transparant.
Aku mencoba menghubungi penemu gadget ku. Kuberikan beberapa opsi agar
supaya dia yakin bahwa mengembalikan gadget yang ditemukannya di kamar mandi
umum itu adalah jalan yang terbaik yang agama Islam ajarkan. Aku memang ber asumsi dia orang muslim karena
keberadaannya di tempat itu. Aku gagal meyakinkan. Dan nampaknya aku harus
terima kenyataan bahwa aku kehilangan iPhone 5S ku. Mengingat dokumen yang aku
punya didalam hp itu, sulit sekali aku bersikap ikhlas seperti yang diajarkan
agamaku. Hampir satu tahun setelah kejadian itu masih ada sisa penyesalan dan
keihklasan masih jauh dari sirna dalam hatiku sejak kutulis kejadian itu.
Apakah aku cinta duniawi? Tak jelas. Yang jelas aku tidak mampu membelinya lagi
untuk pengganti. Pelajaran apa yang bisa diambil? Berhati-hatilah terhadap
barang bawaanmu kemana pun kau pergi. Jangan pernah tinggalkan tempat tanpa
periksa dua kali. Semoga aku dapat rizki untuk mengganti.
Setelah ke-ikhlasan itu datang, mungkin ini adalah cobaan atas ketakwa-anku
kepada-NYA.
PETUNJUK ALLAH SWT;
QS Al isra 17: 7
jika kamu berbuat baik kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri.
DO'A:
Bismillah Yaa Hadii adh Dhalal wa Roodda adh Dhaalah Urdud ‘alayya Dhalatiy bi ‘Izzatika wa Sulthanika Fa Innaha min Athaaika wa Fadhlika
(Dengan nama Allah, Wahai Yang Menunjuki yang tersesat dan Yang Mengembalikan yang hilang (maka) kembalikanlah kepadaku (sesuatu) yang hilang (dari) ku dengan keagungan-Mu dan kekuasaan-Mu. Sesungguhnya ia (sesuatu) itu adalah pemberian-Mu dan karunia-Mu).”
Empat Santri Peserta Kunjungan Kebon Binatang Ragunan